Mencoba menulis lagi setelah sekian lama merasa tidak perlu mencurahkan banyak hal dalam bentuk tulisan, karena tersaingi oleh Instagram yang menampilkan visual gambar yang menarik dengan sedikit caption yang menggelitik, ditambah hinggar bingar Tiktok dengan visual video yang begitu menggoda.
Biasanya kalo nulis itu perlu
mood untuk bisa menjadi booster otak dalam mencerna pikiran lalu berlanjut mengalir
menjadi sebuah tulisan yang semoga menghibur bagi pembacanya. Bukan aku sedang
senggang, tapi sepertinya otak ini butuh pengalihan untuk sejenak melupakan
permasalahan hidup.
Aku dedikasikan tulisan ini untuk anaku "Aluna"
Tarik kebelakang, 2 tahun yang lalu di Yogjakarta, 20 Juli 2022. Setelah tertidur pulas dari proses sarjana S1 selama 12 tahun, akhirnya aku bisa memberikan pencapaian baru dalam hidupku. Tahun itu merupakan tahun yang sangat aku impikan selama ini. Aku menjadi sarjana untuk kedua kalinya, karena lulus S2 MBA Universitas Gadjah Mada dengan predikat Cumlaude.
Sebelum ak menceritakan tentang perjuanganku kuliah, apa kalian tidak penasaran, kenapa aku memilih UGM? bukankah ada UI atau kampus lainnya? Sedikit ak jelaskan, kenapa ak tertarik di UGM, awalnya aku dipertemukan dengan seseorang bernama mas Teguh, saat ak hamil dulu, beberapa kali jika almarhum suamiku tidak bisa jemput, aku sering naek ojek online, karena suamiku khawatir kalau aku naik motor dalam keadaan hamil, jadi aku dulu naik ojek hanya boleh dengan pilihan program yang namanya "Grab Hitch" jadi konsep nebeng yang biasanya orang tersebut adalah karyawan perkantoran yang cari temen pulang karena searah. Ada hal yang membuat aku senang nebeng dengan beliau adalah karena motornya N-Max dan cocok buat bumil sepertiku π, kami sering bertukar cerita selama diperjalanan, dalam suatu waktu sempat beberapa kali tidak ada mas teguh di aplikasi Grab Hitch, ternyata setelah bertemu lagi, beliau bercerita cuti beberapa hari karena sedang wisuda S2 di UGM, dari cerita itulah aku tertarik dan memutuskan untuk suatu hari nanti, aku akan melanjutkan S2 di UGM. Tidak ada yang kebetulan di dunia ini, pertemuan dengan orang lain, bisa menjadi petunjuk dari Allah untuk keputusan hidup kita ke depannya.
Selain itu, UGM juga merupakan Universitas pertama di Indonesia yang punya akreditasi AACSB dari lembaga akreditasi sekolah bisnis dunia. Dari referensi yang aku baca, Universitas ke-2 itu BINUS, ke-3 ITB dan ke-4 UI yang baru meraih di bulan November 2022. Tidak semua Universitas bisa meraih akreditasi internasional itu, gelar akademiknya juga diakui secara internasional, ya kali aja nanti aku dapat kesempatan kerja di Japan, bisa kubawa ijazahku kesana π. Alasan lainnya karena UGM identik dengan Jogja dan ak suka sekali Jogja, tidak pernah bosan dengan kota ini, ingin menua disana, terasa membumi sebagai kota idaman untuk tinggal.
Memutuskan untuk kuliah lagi
adalah cita-citaku yang akhirnya bisa aku raih setelah sekian lama mendem tanpa
usaha. Di awal tahun 2020 bulan Februari, ak memutuskan untuk segera
melanjutkan kuliah S2 sebagai bekal untuk kehidupanku kedepannya, bagaimana
tidak? ak single mom yang harus berdiri di kaki sendiri agar bisa bertahan dengan
kerasnya lika-liku duniawi. Sebagai salah satu ikhtiar yang bisa ak lakukan
untuk memberikan validasi bahwa ak mampu bersaing dan bertahan dengan kemampuan
lebih. S2 menjadi salah satu cara untuku tetap bisa eksis untuk mencari
pengetahuan dan mengikuti dunia pendidikan.
Memutuskan kuliah di UGM bukanlah
hal yang mudah, selain tes masuknya sulit, biayanya juga mahal. Aku jadi
teringat waktu tes wawancara yang kebetulan dilakukan oleh Prof. Dr. Eduardus
Tandelilin, beliau juga Direktur MBA UGM Kampus Jakarta. Beliau tidak
menanyakan hal-hal yang bikin ak pusing, hanya menanyakan salah satunya adalah “Mba
Rena, kamu mau kuliah di UGM, karena susah atau karena gampang?” dengan jelas
aku sampaikan “karena susah prof” dan prof Ted langsung mengiyakan jawabanku “Bagus,
karena di UGM tidak boleh kamu hanya mencari gelar, tapi kamu harus siap,
ekstra konsisten dan disiplin, kamu harus bersusah payah untuk mencari ilmunya,
susah karena lulusan UGM kualitasnya pasti juga akan berbeda”.
Sebetulnya ada alasan lain,
kenapa aku menjawab susah, ya gimana tidak susah, dulu saat masuk tes pertama,
aku sempet tidak lulus, tahu tidak kenapa? Karena saat tes pertama, aku menggampangkan,
tanpa persiapan, dan langsung hajar ikut tes dan ternyata hasilnya ZONK,
setelah tes kepalaku pusing, mual dan muntah π sepertinya tubuh ini tidak
kuat menahan soal-soal yang diberikan, asam lambung naik seketika.
Setelah gagal tes pertama, aku
bertekad untuk tidak boleh gagal di tes selanjutnya, karena jika tidak lolos,
aku merasa, apa iya sebodoh itukah aku? Rasanya tidak..hahahha…π
Mulai mempersiapkan
dengan membeli buku-buku bank soal di Gramedia, mulai belajar lagi mengingat
konsep tes IELTS di Youtube, dan usaha lainnya, dan memang betul tidak ada
usaha yang menghianati hasil dan tes kedua aku dinyatakan lolos. Bolehkah
berbangga? oh tentu boleh, tapi bukankah itu hanya permulaan dari sebuah perang
yang sesungguhnya?
Belajar di MBA UGM, kami
mahasiswa harus mengikuti kelas Martikulasi selama 6 bulan dan diwajibkan untuk
mahasiswa yang tidak berlatar belakang ekonomi, karena aku basic S1 komunikasi,
jadi ya harus ikut. Mahasiswa yang punya latar belakang ekonomi, bisa tidak
ikut kelas Martikulasi, jika yang bersangkutan lulus tes martikulasi, jika tidak
lulus, ya harus tetep mengikuti kelas tersebut.
Seinget ku, dalam kelas
martikulasi ada 4 mata kuliah yang diwajibkan untuk lulus, semua tentang
ekonomi (Accounting Finance, Business Management, Managerial Economic dan
Statistic). Bagi aku yang bukan basic lulusan ekonomi, perlu banyak berjuang
lebih keras untuk mengerti mata kuliah ini, rasanya seperti dihajar ilmu-ilmu
baru yang bikin menambah beban hidup πtapi aku sangat menikmati proses
ini, karena pada dasarnya ak orang yang senang mempelajari hal-hal baru. 6
bulan menjalani proses martikulasi, akhirnya aku dinyatakan lulus dan layak
untuk masuk semester 1. Selama tidak lulus martikulasi, maka belum dianggap
sebagai mahasiswa UGM, dan belum bisa masuk kuliah semester 1.
Semester 1 sampai dengan semester
4 aku jalani dengan naik turun, saat awal masuk kuliah yang ada dibenaku adalah
aku harus lulus tepat waktu dan tidak boleh drama, karena jujur biaya kuliah
yang menjadi motivasiku, aku tidak mau mengeluarkan uang lebih hanya untuk menambah
semester. Aku berusaha keras menyeimbangkan antara urusan pekerjaan, urusan
anak, dan juga urusan kuliah. Setelah
aku jalani, ternyata memang benar sulit kuliah di UGM, tapi aku betul-betul
termotivasi untuk bisa layak mendapatkan semua ilmu dan layak nantinya sebagai
lulusan UGM yang baik, yang tidak hanya mementingkan gelar, tapi juga
menghasilkan karya.
Di tengah gonjang ganjing Covid 19, aku tetap tegar untuk menyelesaikan kuliahku, bahkan kelas yang tadinya offline menjadi kelas online, dan aku pikir dengan kuliah online akan memudahkan, tapi nyatanya tidak juga, dosen malah lebih fokus mengajar dan kami mahasiswa semakin bertambah tugas..hahaha..π Hal yang ak senang ketika kuliah di UGM adalah professional, dosen staff semuanya professional. Dosenku tidak pernah ada yang telat atau hanya datang sebentar lalu memberikan soal dan pergi, tidak ada konsep seperti itu selama aku kuliah. Semua dosen datang dan selesai ontime. Semua tugas dan mata kuliah benar-benar disajikan dengan baik, interaksi sesama mahasiswa sangat interaktif, kami semua terpacu untuk mendapatkan hasil yang baik dalam setiap mata kuliah. Kebersamaan antar mahasiswa juga sangat akrab, mungkin karena disatukan dengan keinginan yang sama, yaitu lulus dan bahagia bersama.
Ada kesulitan berbeda ketika menjalankan kuliah S1 dengan S2, menurutku bukan karena lebih susah materinya, tapi lebih kepada kondisinya. Dulu waktu S1 aku tidak punya beban lain selain belajar dan main, ya kadang pergaulan anak muda pada jamannya yang membuat kewalahan untuk lulus tepat waktu, tapi saat S2, tanggung jawab semakin banyak, semakin banyak yang harus diberi perhatian, tidak hanya tentang belajar dan lulus saja. Aku masih teringat, di setiap hari jumat malam jam 19.00, dengan keadaan lelah bekerja seharian dan harus tetap berangkat kuliah, dengan sisa tenaga ak berusaha semaksimal mungkin untuk menyerap materi dari dosen hingga pukul 22.00 dan ak bergegas pulang sampai rumah jam 23.00 dan baru bisa tidur jam 24.00, lalu besok paginya hari sabtu jam 08.00 aku harus tiba di kampus untuk melanjutkan kuliah berikutnya hingga pukul 18.00. Selama aku kuliah, ak sudah lupa apa itu weekend? karena waktuku habis untuk kuliah dan istirahat hanya bisa di hari Minggu. Lelah? yaiyalah.
Bahkan aku pernah ujian UAS saat pertama kali Covid 19 melanda, sehingga tiba-tiba fakultas harus merubah sistem offline menjadi online, saat itu sistem online masih belum memiliki konsep yang paling cocok, tapi kami sedang memasuki UAS martikulasi dengan 2 mata kuliah, kami diminta mengerjakan di rumah dan soal baru dibagikan pukul 19.00 (jadwal kuliah), meskipun open book, tapi kami hanya diberikan waktu hingga pukul 08.00. Dengan soal yang begitu menjelimet dan harus menggabungkan teori dan pemikiran sendiri, hal hasil aku mengerjakan sampai jam 03.00, rasanya luar bisa capek banget, tapi kenapa aku tidak pernah menyerah? karena aku tau apa yang ingin aku raih kedepannya dan bukankah hal indah itu butuh waktu untuk datang.
Tidak hanya tentang begadang, tapi juga mencuri-curi waktu mengejakan tugas saat berkerja, tapi tidak ingin juga pekerjaan terbengkalai, artinya gimana caranya menyeimbangkan waktu. Dulu awal pertama kuliah, ak sempet mual dan pusing, karena harus berhadapan dengan jurnal dan buku yang semuanya bahasa Inggris, bukan tidak mengerti, tapi lebih karena belum terbiasa, setelah terbiasa bahkan buatku membaca buku dan jurnal bahasa Inggris menjadi hal yang mudah, jadi ingat kan, ungkapan "bisa karena terbiasa" ya itulah yang akhirnya menjadi pendamping keseharianku. Diskusi secara langsung atau melalui zoom untuk berdiskusi tugas kelompok juga hal yang sangat lumrah dilakukan, tapi semua itu aku jalanin dengan senantiasa bersyukur, karena jika mengeluh juga tidak akan memberikan hasil baik, tapi malah akan menambah beban hidup. Lelah, drama, stres dan kesulitan lainnya adalah harga yang harus dibayar untuk meraih cita-citaku dan dari awal aku siap dengan konsekuensi itu. Pernah dengar kah kutipan ini "pelaut yang hebat tidak dihasilkan dari laut yang tenang".
Bukan tentang siapa yang paling pintar, siapa yang paling unggul, tapi menyelesaikan S2 saat sedang bekerja, itu adalah tentang siapa yang paling mau berusaha dan konsisten. Tidak sampai 2 tahun ak sudah lulus dari kuliah, mengawali semester 1 di bulan September 2020 dan dinyatakan lulus sidang tesis 16 Juni 2022 dengan predikat cumlaude IPK ku 3.76. Apakah ini keberuntungan? Oh tidak juga, beruntung itu jika tidak ada usahanya, tapi ak yakin buah hasil usaha yang luar biasa dan semaksimal yang aku mampu. Cukup singkat bukan kuliah ku? Tidak juga, hanya lebih cepat sedikit dari angkatanku, saat lulus hanya ada 10 orang dari kelasku, dan aku salah satu yang tercepat. Kenapa bisa begitu?karena ak sangat mempercepat penyelesaian tesisku dengan segala drama kumbaranya, intinya saat itu dosen tesis workshopku mengatakan “ingat ya rekan-rekan, silakan kalian bereksperimen dengan tesis kalian masing-masing, tapi ingatlah tesis yang baik, adalah tesis yang selesai” jadi sebagus apapun penelitiannya, kalo tidak selesai akan percuma.
Aku sangat mendambakan wisuda secara langsung, saat aku lulus adalah peralihan dari wisuda online ke offline, saat itu rasanya ak deg-degan sekali, karena takut menerima kenyataan bahwa wisuda akan dilakukan online, tapi alhamdullilah wisudaku menjadi wisuda pertama yang dilakukan secara langsung setelah Covid 19. Rasanya lega sekali, haru biru karena aku sesenang itu. Bagaimana tidak? Karena saat sebelum acara wisuda S1, aku mengalami kecelakaan motor dan kakiku tidak bisa berjalan sempurna, kupaksakan hadir diacara wisuda S1, tapi ak kelelahan dan aku hanya punya foto sedikit bersama teman-temanku, hari itu wisuda S1 ku tidak sebahagia yang seharusnya, dulu ak pernah bertekat akan kubalas kesedihanku dan kugantikan dengan kebahagian saat aku wisuda S2. Alhamdullilah terbalas dengan bahagia yang luar biasa, hingga ku sewa fotografer untuk mendokumentasikan hari itu.
2010 Wisuda S1 with my lovely husband. wisuda bareng almarhum ayahnya Aluna |
2022, wisuda S2 with my lovely daughter. next Bunda yang temenin Aluna wisuda di UGM |
H-1 malam hari sebelum wisuda, fakultas mengadakan malam pelepasan calon wisudawan dengan mengundang keluarga, saat itu aku diampingi kedua orang tuaku, anaku dan tanteku. Di dalam Rangkaian acara tersebut, mahasiswa yang mendapat predikat cumlaude diberikan penghargaan dan tampil di atas panggung, betapa bangganya aku saat itu menjadi salah satunya dan saat namaku dipanggil, anaku berteriak dari bawah “Bundaaa..sambil tepuk tangan” rasanya tidak ada yang lebih membahagiakan ketika medapat apresiasi dari anak ku sendiri.
Aku bangga dengan diriku, pencapaian baru sudah aku torehkan untuk membuktikan kepada diriku sendiri, bahwa ak bisa dan mampu dengan usahaku. Aku ingin menunjukan kepada anaku bahwa hidup itu berjuang, hidup itu tidak mudah, tapi Allah akan selalu bantu disetiap langkah kita jika kita mau memulai mencoba untuk memperbaiki diri dan berusaha tanpa menyerah sampai akhir.
Terimakasih ku ucapkan kepada Allah SWT, kedua orang tuaku, kakakku dan keluarga sebagai support system yang luar biasa, mana mungkin ak bisa mengurus semuanya dalam satu waktu, terbantu dengan urusan rumah dan anak, membuat ak bisa lebih berfokus dengan kuliah dan bekerja. Begitu besar jasa mereka untukku. Tidak lupa untuk almarhum suamiku, this achievement not only for me but also for you, you have to be proud of me, you used to be the person who supported me the most to move forward, you always know what I want, even when you've passed away, you still help me, this's proof that you're indeed a very good person. I wish the knowledge I gain will be a good deed that continues to flow for you.
Selamat berproses sampai akhir anaku. You don’t need looking for other role models, just look at me. Your mom π.